Ketentuan dan Perizinan Penyelenggara Uang Elektronik berdasarkan PBI No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik

Latar belakang terbitnya peraturan (PBI) tentang Uang Elektronik (UE) 

Latar belakang perlunya diterbitkan peraturan terbaru tentang Uang Elektronik (UE) ini adalah :
  • Model bisnis UE yang makin bervariasi akibat perkembangan teknologi
  • Perlindungan konsumen
  • Kemudahan transaksi dan peningkatan kebutuhan masyarakat
  • Perlunya standar kondisi keuangan yang baik bagi penyelenggara uang elektronik
  • Keterkaitan uang elektronik dengan kegiatan bisnis lain dan kompleksitas bisnis suatu entitas atau kelompok bisnis yang sama
  • Disparitas kinerja penyelenggara berizin dan makin beragamnya pihak yang mengajukan permohonan izin uang elektronik.

Ketentuan dan Perizinan Penyelenggara Uang Elektronik

Pengertian Uang Elektronik ? (berdasarkan PBI No. 20/6/PBI/2018 Pasal 1 ayat 3)

Uang Elektronik adalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut:

a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; dan
c. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.

Yang dimaksud Nilai Uang Elektronik adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran dan/atau transfer dana.

Uang elektronik (UE) yang diterbitkan di Indonesia wajib menggunakan satuan uang rupiah dan transaksi mengunakan UE di wilayah NKRI Indonesia wajib menggunakan rupiah.

Berdasarkan lingkup penyelenggaraannya, Uang Elektronik (UE) dibedakan menjadi sebagai berikut:

a. Closed loop

yaitu Uang Elektronik yang hanya dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada Penyedia Barang dan/atau Jasa yang merupakan Penerbit Uang Elektronik tersebut.

Uang elektonik close loop ini hanya berlaku untuk membayar barang dan jasa yang disediakan oleh penerbit uang elektronik tersebut.
Contoh : CGV blitz card, starbuck card dan timezone card.

b. Open loop

yaitu Uang Elektronik yang dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada Penyedia Barang dan/atau Jasa yang bukan merupakan Penerbit Uang Elektronik tersebut.

Disini uang elektronik yang diterbitkan menjadi multi fungsi sehingga dapat digunakan oleh pengguna untuk membeli berbagai barang dan jasa dari pihak yang bukan penerbit UE tersebut. 

Contoh : BukaDompet (Bukalapak), TokoCash (Tokopedia), Go-Pay (Gojek), E-Money (Bank Mandiri), dll. Elektronik money open loop ini dapat digunakan untuk membayar di gerbang tol, bayar tagihan listrik, bayar parkir, membeli makanan, telepon, pulsa, tiket pesawat, dll.

Uang elektronik tersebut diatas kemudian dapat dibedakan lebih lanjut berdasarkan :

a. Media penyimpanan nilai uang elektronik, berupa :

- Uang elektronik server based, yaitu Uang Elektronik dengan media penyimpan berupa server. Contoh produk Uang Elektronik (UE) Server Based :
- XL - XL Tunai
- Indosat - Paypro
- Telkomsel – Tcash
- Finnet – Finpay
- PT Nusa Satu Inti Artha – Doku
- PT Visionet Internasional – OVO
- PT Veritra Sentosa International - Paytren

- Uang elektronik chip based, yaitu Uang Elektronik dengan media penyimpan berupa chip. Contoh produk Uang Elektronik (UE) Chip Based :
- Bank Mandiri – E-money dan E-Toll
- BCA - Flazz
- Bank Mega - Mega Cash
- BRI - Brizzi
- Bank DKI - Jakcard
- BNI - TapCash

b. Pencatatan data identitas pengguna, berupa:

- Unregistered, yaitu Uang Elektronik yang data identitas penggunanya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada Penerbit.

- Registered, yaitu Uang Elektronik yang data identitas penggunanya terdaftar dan tercatat pada Penerbit.

Batas nilai maksimal uang elektronik (saldo) yang dapat disimpan pada uang elektronik ditetapkan sebagai berikut :

a. Untuk UE Unregistered paling banyak Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) dan
b. Untuk UE registered paling banyak Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah)

dengan batas nilai transaksi UE dalam 1 (satu) bulan paling banyak Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah) yang diperhitungkan dalam transaksi incoming. Termasuk transaksi yang bersifat incoming antara lain setoran awal, transfer dana masuk, dan/atau Pengisian Ulang (Top Up).

Peningkatan batas nilai UE unregistered dari semula paling banyak Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) menjadi Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) dilakukan dalam rangka mengakomodir perkembangan kebutuhan pengguna UE unregistered untuk transaksi pembayaran dengan nilai yang lebih tinggi dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) kali transaksi dengan tetap memperhatikan aspek keamanan transaksi serta anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Salah satunya adalah dengan adanya kewajiban mengggunakan kartu uang elektronik untuk pembayaran di jalan tol. Yaitu bagi supir truk yang membawa barang jarak jauh dari luar jawa ke jawa dan pengendara lain yang rutin menggunakan jalan tol. Jadi mereka ini lebih efisien dan tidak perlu sering – sering mengisi ulang (top up) uang elektroniknya.

Nasabah tentunya harus menjaga UE dengan baik karena dengan tambahan batas saldo tentu akan meningkatkan resiko. Salah satu caranya adalah dengan menambahkan stiker atau personalisasi pada kartu UE sehingga dapat dikenali dan tidak mudah ditukar oleh petugas penerima pembayaran yang nakal. Perlakuan uang elektronik sama seperti uang kertas atau uang logam. Jadi pengguna bertanggung jawab atas kartu UE yang dimilikinya, termasuk untuk menjaganya dari risiko kehilangan. 


Apakah penerbit dapat menambahkan penerapan standar keamanan transaksi berupa otentifikasi 2 (dua) faktor untuk UE yang memiliki batas nilai UE di atas Rp 2.000.000,- ?

Dengan tetap memperhatikan efisiensi dan kenyamanan penggunaan UE oleh pengguna, penerbit dapat menambahkan fitur keamanan tambahan pada otentifikasi 2 (dua) faktor. Misalnya, selain menerapkan PIN (personal Identification Number) penerbit dapat pula mewajibkan penggunaan OTP (One Time Password) untuk transaksi pembayaran tertentu.

Pengelompokan izin Penyelenggaraan Jasa Sistem Pembayaran

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran adalah pihak - pihak yang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran. Berdasarkan karakter bisnis dan jenis resiko, penyelenggaraan Jasa Sistem Pembayaran dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok. Yaitu :

a. Kelompok Penyelenggara Front End, terdiri atas izin sebagai penerbit, acquirer, penyelenggara payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, dan penyelenggara transfer dana

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dalam kelompok ini menyediakan layanan kepada pengguna dan/atau penyedia barang dan/atau jasa (business to customer) yang ditunjukkan dengan adanya hubungan secara langsung dan bertanggung jawab kepada pengguna dan/atau penyedia barang dan/atau jasa tersebut (customer oriented) atas setiap layanan jasa sistem pembayaran yang disediakan

b. Kelompok Penyelenggara Back End, terdiri atas izin sebagai prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesaian akhir.

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dalam kelompok ini menyediakan layanan jasa sistem pembayaran kepada sesama penyelenggara jasa sistem pembayaran seperti penerbit dan atau acquirer (business to business) serta tidak memiliki hubungan secara langsung dengan pengguna dan/atau penyedia barang dan/atau jasa.

Apakah 1 (satu) entitas dapat mengajukan atau memiliki lebih dari 1(satu) jenis izin sebagai penyelenggara ?

1 (satu) entitas dapat mengajukan atau memiliki lebih dari 1 (satu) jenis izin sepanjang izin tersebut merupakan izin dari kelompok Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang sama. Sedangkan jika 
1 (satu) perusahan tersebut mengajukan izin untuk dua kelompok perizinan yang berbeda (yaitu sebagai penyelenggara Front end dan Back end) maka hal ini tidak di perbolehkan. Hal ini dilakukan agar penyelenggara fokus pada bidang bisnisnya dan untuk menghindari praktek monopoli.

Contoh :
Misalnya PT A yang telah memiliki izin sebagai penerbit UE, mengajukan izin juga sebagai acquirer. Hal ini dibolehkan karena berada pada 1 (satu) kelompok penyelenggara jasa sistem pembayaran yang sama (kelompok front end). Namun ketika ia mengajukan izin untuk juga sebagai switching atau settlement, hal itu tidak dibolehkan karena berada pada kelompok penyelenggara jasa sistem pembayaran yang berbeda (kelompok back end).


Persyaratan Perizinan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran

Setiap pihak yang bertindak sebagai penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia, terkecuali bagi pihak yang bertindak sebagai penyelenggara berupa penerbit uang elektronik close loop dengan jumlah dana float(floating fund) kurang dari Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah)

Pihak yang mengajukan permohonan izin untuk menjadi penyelenggara harus memenuhi persyaratan umum dan aspek kelayakan.

Persyaratan umum

Berdasarkan PBI No. 20/6/PBI/2018 ini, Pihak yang mengajukan permohonan izin sebagai penyelenggara harus  berupa bank atau lembaga Selain Bank (SLB) yang berbentuk perseroan terbatas. Mayoritas anggota direksi Lembaga Selain Bank (LSB) tersebut juga harus berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewajiban berdomisili di Indonesia ini untuk memastikan prinsip – prinsip penyelenggaraan UE berjalan optimal dan memudahkan koordinasi dengan Bank Indonesia dari segi pengawasan dan pemahaman atas kebijakan BI terkait sistem pembayaran.

Lembaga Selain Bank (LSB) yang mengajukan izin sebagai penerbit UE harus memenuhi persyaratan modal disetor minimum dan komposisi kepemilikan saham. Komposisi kepemilikan saham Lembaga Selain Bank (LSB) harus paling sedikit 51% Warga Negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia. Artinya porsi pemegang saham asing tidak boleh lebih dari 49%.  

Apakah ada batasan bagi setiap pihak untuk menjadi pemilik saham pengendali pada lebih dari 1 (satu) LSB yang memiliki izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran ?

Berdasarkan PBI No. 20/6/PBI/2018 Pasal 31 ayat 1 dan 2,  Setiap pihak (perseorangan maupun badan hukum bukan bank) dilarang menjadi pemegang saham pengendali pada lebih dari 1 (satu) Lembaga Selain Bank yang masing-masing memiliki izin Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang sama ataupun yang berbeda. Hal ini ditetapkan untuk perlindungan konsumen, peningkatan tata kelola yang baik dan menjaga tingkat persaingan usaha yang sehat.

Perusahaan (Lembaga Selain Bank - LSB) yang mengajukan ijin sebagai penerbit uang elektronik harus memiliki modal disetor minimal Rp 3 miliar saat pertama mengajukan izin. Ketentuan modal disetor dimaksudkan untuk kepastian keamanan konsumen atas dana yang sudah mereka tempatkan di uang elektronik. Dengan pembatasan ini dana pengguna aman dan tidak di ganggu gugat oleh perusahaan penyedia layanan. Sehingga untuk ekspansi dan pengembangan layanan, perusahaan penyedia uang elektronik harus mempunyai modal sendiri. Yaitu wajib modal disetor tersebut.

Selain itu besaran modal yang wajib disetor juga akan meningkat berdasarkan nilai dana float (floating fund). 

Dana Float adalah seluruh nilai Uang Elektronik yang berada pada Penerbit atas hasil penerbitan Uang Elektronik dan/atau Pengisian Ulang (Top Up) yang masih merupakan kewajiban Penerbit kepada Pengguna dan Penyedia Barang dan/atau Jasa. Ringkasnya, akumulasi dari seluruh dana penguna UE yang mengendap dan belum digunakan konsumen. Dana Float hanya dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban Penerbit kepada Pengguna dan Penyedia Barang dan/atau Jasa, dan dilarang digunakan untuk kepentingan lain.

Bila nilai dana float (floating fund) meningkat jadi Rp 3 – 5 miliar, maka modal disetor ditetapkan sebesar Rp 6 miliar. Bila nilai dana float (floating fund) naik menjadi Rp 5 – 9 miliar maka modal disetor menjadi 10 miliar. Sementara bila nilai dana flot (floating fund) lebih dari 9 miliar maka modal disetor harus sebesar Rp 10 miliar ditambah 3% dari nilai dana float (floating fund).

Rata-rata nilai Dana Float dihitung berdasarkan data rata-rata Dana Float selama 12 (dua belas) bulan pada tahun sebelumnya yaitu sejak bulan Januari sampai dengan bulan Desember. Bagi Penerbit yang pertama kali beroperasi setelah bulan Januari maka rata-rata nilai Dana Float untuk pertama kalinya dihitung berdasarkan data rata-rata Dana Float tahun sebelumnya yaitu sejak bulan pertama Penerbit beroperasi sampai dengan bulan Desember.

Aspek kelayakan

Setiap pihak yang mengajukan izin sebagai penyelenggara juga wajib memenuhi aspek kelayakan yang meliputi (1) aspek kelembagaan dan hukum, (2) aspek kelayakan bisnis dan kesiapan operasional, dan (3) tata kelola, risiko dan pengendalian.

Selain memenuhi aspek kelayakan, bank dan lembaga selain bank (LSB) yang mengajukan permohonan izin sebagai penyelenggara juga harus menyampaikan pernyataan dan jaminan (representation and warranties) yang diajukan dan ditandatangani oleh direksi bank atau LSB. Kemudian pemohon juga harus melengkapinya dengan pernyataan dari konsultan hukum yang independen dan profesional berdasarkan hasil uji tuntas dari segi hukum (legal due diligence).


Penempatan Dana Float (Floating Fund)

Untuk melindungi uang masyarakat yang tersimpan dalam UE, maka 70% floating fund dalam uang elektronik wajib ditempatkan di surat berharga atau instrumen keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah atau BI.

Jadi dana mengendap (floating fund) 70% harus ditempatkan di SBN atau disimpan di rekening Bank Indonesia. Sedangkan untuk 30% sisanya, untuk bank BUKU 4, 30% floating fund bisa ditempatkan di kas penerbit sendiri. Sementara bank non BUKU 4 dan lembaga keuangan non bank bisa menempatkan 30% floating fundnya di rekening giro di bank BUKU 4.

Beberapa bank yang masuk kategori BUKU 4 di Indonesia adalah bank mandiri, BRI, BNI dan BCA.

Kenapa floating fund hanya bisa ditempatkan di instrumen penyimpanan tersebut?

Ini karena floating fund hanya bisa ditempatkan di instrumen yang aman, likuid dan jangka pendek. Sehingga dana masyarakat yang tersimpan dan mengendap dalam bentuk UE tetap aman dan bisa digunakan sesuai kebutuhan. Jadi meskipun perusahaan UE bangkrut, uang masyarakat yang mengendap di sana tetap aman karena ditempatkan di instrumen yang aman. 

Adanya holding period selama 5 (lima) tahun

Berdasarkan PBI No. 20/6/PBI/2018 Pasal 60, Penyelenggara berupa Lembaga Selain Bank dilarang melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan berubahnya pemegang saham pengendali penyelenggara selama 5 (lima) tahun sejak izin pertama kali diberikan kecuali dalam kondisi tertentu dan memperoleh persetujuan Bank Indonesia.

Artinya pemegang izin tidak boleh berpindah lini bisnis atau menyerahkan izinnya kepada perusahaan lain selama 5 tahun. Hal ini agar perusahaan yang telah mendapatkan izin tidak sekedar menjadi makelar izin dan tidak memperjual-belikan izin tersebut.


Pengawasan

Bank Indonesia juga melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penyelenggara berupa pengawasan secara langsung dan tidak langsung. Pengawasan tidak langsung berupa permintaan laporan, dokumen, data, informasi, keterangan dan penjelasan sesuai permintaan Bank Indonesia. Sedangkan pengawasan langsung adalah Bank Indonesia melakukan pemeriksaan (on site visit) terhadap penyelenggara baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

Demikianlah artikel Ketentuan Perizinan Penyelenggara Uang Elektronik yang berupa ringkasan atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik. Semoga bermanfaat, jika ada saran, koreksi atau tanggapan atas artikel tersebut silahkan memberikan komentar di kolom komentar yang tersedia. Terima kasih.

Sumber Referensi

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik

Frequently Asked Questions Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik.

Berbagai artikel tentang Uang Elektronik di Internet

2 Responses to "Ketentuan dan Perizinan Penyelenggara Uang Elektronik berdasarkan PBI No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik"

  1. Ada pertanyaan yang ingin saya ajukan terkait hal tersebut :
    Apakah yang dimaksud dengan prosedur pengawasan oleh penyelenggara/ penerbit dalam penyelenggaraan uang elektronik? Terimakasih sebelumnya atas penjelasannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penyelenggara wajib melakukan Pengawasan terhadap operational sistem uang elektronik berupa laporan gangguan, force majeure, perubahan permodalan Dan laporan audit sistem informasi Dari auditor independen secara berkala. Ada laporan harian, bulanan, triwulan Dan tahunan.

      Delete